foto: boombastis MARTIRNEWS.COM - Mempunyai kekayaan melimpah tidak lantas membuat sebuah negara bisa bertahan. Tergantung bagaimana...
![]() |
foto: boombastis |
MARTIRNEWS.COM - Mempunyai kekayaan melimpah tidak lantas membuat sebuah negara bisa bertahan.
Tergantung bagaimana pemerintah bisa mengelola sumber daya alamnya untuk mensejahterakan rakyat.
Hal tersebut tercermin dalam negara ini, yang kini hampir bangkrut. Padahal, sumber daya alam yang dimiliki cukup melimpah.
Ya, dari yang sejatinya makmur akan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, namun malah jatuh terjerembab ke jurang kemiskinan.
Salah satu bukti yang paling kentara adalah Venezuela yang beberapa waktu lalu menjadi sorotan.
Dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber minyak, apa daya ekonominya mendadak kolaps dan membuat jutaan rakyatnya jatuh miskin seketika.
Dan sekarang, Venezuela berada di ambang kehancurannya. Mengapa?
Karena tingkat inflasi yang sangat tinggi dan semua rakyatnya kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Uang kertas bolivar (mata uang Venezuela) nyaris tak ada nilainya dan merupakan salah satu mata uang dengan nilai tukar paling rendah di dunia.
Padahal dulu negara ini terkenal sangat kaya raya.
Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Tapi kekayaan itu yang kemudian menjadi awal dari kehancuran Venezuela.
Seperti negara penghasil minyak lainnya, 95% pemasukan Venezuela berasal dari ekspor minyak.
Ini artinya uang masuk ke negara ini sangat bergantung pada harga minyak dunia.
Saat harga minyak dunia sedang tingi, pemasukan negara sangat besar dan begitu pula sebaliknya.
Venezuela juga mengalami kesenjangan sosial yang sangat besar dengan semua orang kaya sebagai pemilik bisnis di negara itu. Mengakibatkan warga miskin makin miskin.
Sejak Hugo Chavez berkuasa di tahun 1999, Chavez langsung menerapkan kebijakan untuk menyetarakan ekonomi rakyat.
Sebagian besar keuntungan negara dari penjualan minyak dialokasikan untuk program sosial gratis bagi rakyat, termasuk subsidi dan usaha-usaha mengentaskan kemiskinan.
Chavez juga berani memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat dan bergabung dengan China dan Rusia.
Kedua negara inilah yang akhirnya meminjamkan dana miliaran dollar pada Venezuela.
Chavez juga mendeklarasikan lahan pertanian sebagai milik negara tapi malah mengabaikannya karena merasa kondisi ekonomi Venezuela yang baik-baik saja.
Akibatnya, Venezuela murni hanya bergantung pada penjualan minyak ke luar negeri.
Dana terus dikucurkan untuk rakyat tanpa disadari Chavez bahwa ini adalah bunuh diri perlahan.
Hingga kematiannya pada 2013, Chavez dijuluki sebagai pahlawan bagi orang miskin Venezuela.
Selepas Chavez mengkat, Maduro menggantikannya dan meneruskan program subsidi ala Chavez.
Tahun 2016, harga minyak dunia turun drastis dan penghasilan Venezuela terpangkas habis.
Kas pemerintah kosong bahkan defisit karena program untuk rakyat tetap dijalankan.
Maduro mengambil keputusan salah. Bukannya mencari solusi dengan menambah lini produk ekspor, dia malah mencetak uang sebanyak mungkin.
Nilai tukar bolivar melorot tajam. Inflasi tak terkendali dan tingkat harga barang naik hingga 1000%.
Keadaan di Venezuela benar-benar kacau dan bahkan rumah sakit pemerintah tak mampu lagi menyediakan pasokan obat-obatan.
Laiknya efek domino, ini menyebabkan banyak warga kaya memilih meninggalkan Venezuela.
Tak hanya Venezuela, negara-negara di bawah ini juga merasakan hal yang serupa.
1. Republik Demokratik Kongo
Di antara negara-negara Afrika lainnya, Republik Demokratik Kongo memiliki potensi untuk menjadi negara kaya raya berkat sumber daya alam berupa mineral yang melimpah.
Emas, kobalt, koltan, hingga berlian, adalah kekayaan alami di dalam tanah negara yang dahulu bernama Zaire tersebut.
Alih-alih membuat makmur masyarakatnya, Kongo justru tercabik-cabik oleh perang sipil antara pemerintah dan kelompok bersenjata.
Belum lagi perilaku korup pejabat negara dan sistem kepemimpinan yang diktator, membuat Kongo semakin tenggelam dalam kemiskinan.
SDA yang melimpah pun hanya sekedar cerita bagi mereka.
2. Minyak Venezuela
Ya, Minyak Venezuela yang ikut kolaps akibat rontoknya perekonomian negara
Venezuela pernah membanggakan dirinya sebagai negara yang makmur berkat sumber daya minyaknya yang melimpah.
Hal ini terjadi setelah booming ’emas hitam’ itu menjadi komoditi yang diperhitungkan di pasar internasional. Dari sana, keuntungan minyak Venezuela merupakan 95% dari pemasukan ekspor.
Melihat presentasenya yang besar, bisa dibilang minyak merupakan penopang utama dari perekonomian Venezuela.
Sayang, kemakmuran ini mendadak lenyap saat harga minyak anjlok pada 2014 silam. Pemerintah pun terpaksa memotong program subsidi yang selama ini dinikmati oleh masyarakat.
Krisis pun perlahan mulai terjadi hingga perekonomian Venezuela kolaps akibat hiperinflasi. Nilai mata uang jatuh dan barang-barang kebutuhan pokok semakin langka.
Minyak yang melimpah pun tak bisa berbuat banyak terhadap Venezuela.
3. Tambang fosfat yang melimpah
Namun hal ini tidak mampu memakmurkan Nauru
Optimisme untuk menjadi negara kaya raya pernah lekat pada Nauru. Sebagai negara di sebuah pulau yang terletak di Mikronesia, Pasifik Tengah, dikaruniai kekayaan alam berupa fosfat adalah sebuah anugerah yang luar biasa.
Segera, Nauru pun menjelma menjadi negara kepulauan yang kaya raya. Berkat tambang fosfat, masyarakat Nauru yang bergelimang harta mulai lupa diri.
Saking kayanya, uang dolar pun dijadikan kertas toilet oleh mereka. Namun hal tersebut tak berlangsung lama setelah kegiatan penambangan fosfat ternyata merusak alam Nauru.
Saking parahnya, 75 persen wilayah Nauru tidak layak huni karena rusak.
Karena tak ada lagi pemasukan, Nauru pun bergantung pada wisata alam berupa panorama lautnya sebagai pemasukan negara.
4. Zimbabwe
Rakyatnya dililit kemiskinan meski Zimbabwe punya tambang berlian Zimbabwe dikenal sebagai negara di kawasan Afrika yang memiliki penambangan berlian ternama di dunia.
Kekayaan alam berupa mineral berharga tersebut, sejatinya bisa membuat masyarakat Zimbabwe berjaya.
Apa daya, krisis yang menggerogoti perekonomian menjadi sebab negara tersebut terjatuh ke jurang kemiskinan.
Semua hal ini terjadi akibat penerapan manajemen industri yang salah dan pemerintahan yang korup.
Hiperinflasi pun datang dan semakin menyengsarakan rakyat.
Presiden Robert Mugabe yang dianggap tak mampu mengendalikan keadaan, sampai dikudeta oleh militer hingga berhasil menumbangkan pemerintahannya.
Kondisi negara yang carut marut, berimbas pula pada pengelolaan industri berlian negara.
Hasil dari tambang yang seharusnya dinikmati oleh rakyat justru banyak mengalir ke kantong para elit dan pemodal asing.
Peristiwa di atas sejatinya merupakan sebuah ironi dalam perjalanan suatu negara.
Kekayaan alam yang dimiliki sebagai modal untuk membangun bangsa, apa daya tak bisa dikelola secara maksimal.
Ibarat pepatah bagaikan ayam mati di lumbung padi, mereka juga harus terjun ke jurang kemiskinan meski SDA di negerinya sangat melimpah.
5. Gambia
Kondisi Gambia sempat memanas pasca pemilu 1 Desember 2016. Saat itu, Jammeh bersaing dengan Adama Barrow memperebutkan kursi nomor satu di Gambia.
Jammeh ternyata kalah. Ia sempat menerima hasil pemilu. Namun beberapa hari kemudian, ia menolak hasil pemilu dan meminta pemilu ulang.
Belum ada pemilu ulang, Jammeh malah kabur ke luar negeri dengan membawa kabur seluruh harta kekayaannya beserta seluruh harta negara senilai USD 11 juta atau Rp 147,1 miliar waktu itu. Alhasil kas negara kosong dan tak ada cadangan.
Menurut Fatty, otoritas bandara utama Gambia sebenarnya telah diberi tahu untuk tidak membiarkan barang-barang mewah Jammeh keluar dari Gambia.
Jammeh kabur pada 21 Januari 2017 dan tak diketahui ke mana tujuannya.
Sumber: tribunnews