MARTIRNEWS.COM - Beredar narasi di media sosial yang mengklaim bahwa Jenderal Polisi keturunan Tionghoa pertama, Hendra Kurniawan adalah an...
Namun setelah dilakukan penelusuran fakta, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Turn Back Hoax, Senin, 4 Januari 2021, narasi yang mengklaim Jenderal Polisi pertama keturunan Tionghoa Hendra Kurniawan adalah anak kandung Presiden China saat ini yaitu Xi Jinping adalah klaim yang keliru atau hoaks.
Narasi tersebut beredar di media sosial Facebook dan diunggah oleh pemilik akun Facebook Astu Widonarko pada Sabtu, 2 Januari 2021, dengan narasi sebagai berikut:
"Hendra Kurniawan anak kandung Xie Jinping (Presiden China), ia brigjen polisi tidak tertutup kemungkinan ke depannya dipersiapkan untuk menjadi Kapolri. Jika saat itu telah tiba maka binasalah umat Islam Indonesia karena negeri ini sudah tolta di bawah kekuasaan China komunis. Jadi apakah kalian masih berdiam diri saja sambil menunggu kehancuran itu tiba? Apakah umat Islam akan selamanya diam?"
Tangkapan layar klaim hoaks Hendra Kurniawan anak kandung Presiden China Xie Jinping. Facebook Astu Widonarko
Faktanya, Hendra Kurniawan langsung menjadi sorotan publik setelah mendapat promosi kenaikan pangkat dari Kombes menjadi Brigjen dari Kapolri Idham Aziz
Namun terkait keikutsertaan keturunan Tionghoa dalam dunia militer Indonesia, Brigjen Hendra Kurniawan yang menjabat sebagai Karopaminal Divpropam Polri, disebut juga sebagai Jenderal Polisi pertama keturunan Tionghoa.
Ternyata kehadiran jenderal keturunan Tionghoa sudah lebih dulu ada di TNI.
Misalnya Brigadir Jenderal TNI Teguh Santosa, Mayor Jenderal Iskandar Halim, Brigadir Jenderal Teddy Yusuf, Marsekal Pertama TNI Billy Tunas, Laksamana Pertama TNI FX Indarto Iskandar, Mayjen Daniel Tjen, dan Marsekal Muda (Marsma) TNI Surya Margono alias Chen Ke Cheng (Tjhin Kho Syin).
Tak hanya itu, keturunan Tiongkok atau Tionghoa yang menjadi polisi sudah ada, setidaknya sejak orde lama, di zaman awal kemerdekaan polisi atau militer keturunan China bukanlah hal yang aneh, seperti dijelaskan Iwan Ong Santosa, penulis buku Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran.
“Bahkan sampai tahun 70an, 80an di beberapa daerah seperti di Bangka Belitung biasa saja,” kata Iwan Ong.
Sumber: pikiranrakyat