MARTIRNEWS.COM - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin meminta Natalus Pigai untuk tidak bersikap berlebihan te...
Ngabalin mengatakan, sebagai tokoh publik yang kerap mengkritik, sudah seharusnya Pigai juga siap dikritik.
Pigai juga diminta benar-benar memahami definisi rasialisme.
Jika peristiwa ini disebut sebagai rasialisme, kata Ngabalin, maka kedewasaan dalam bernegara belum tercapai.
Ngabalin lantas mencontohkan dirinya yang kerap dikritik oleh masyarakat.
Menurut dia, hal ini merupakan konsekuensi sebagai tokoh publik.
"Begitu kerasnya mereka itu menyandingkan saya dengan apa, sampai muka ular lah, kepala dua lah, munafik lah, segala macam mereka sebut pada diri saya. Ya kita nggak bikin apa-apa, namanya juga netizen, ruang publik, media online," kata Ngabalin kepada Kompas.com, Rabu (27/1/2021).
Ngabalin juga meminta Pigai bersikap lebih dewasa.
Politisi kelahiran Fakfak, Papua Barat ini yakin Pigai merupakan sosok yang berpendidikan, beragama, dan berpengalaman.
Ia berharap Pigai tak selalu menaruh pikiran negatif terhadap pemerintah.
"Jangan juga semua yang dilakukan oleh pemerintah itu kemudian dinilai sebagai hal yang salah, hal yang keliru kemudian untuk dan atas nama menjual nama rakyat, membela kepentingan rakyat," kata Ngabalin.
Ia membantah anggapan pemerintah mengendalikan kelompok buzzer untuk bertindak rasialisme terhadap mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.
Menurut Ngabalin, kecurigaan yang dilayangkan Pigai terhadap pemerintah ini tidak berdasar.
"Ya pasti lah (kecurigaan Pigai tidak benar), masa mau pakai. Kayak mimpi lah, komentar-komentarnya (Pigai) kan semuanya mengawang kayak orang mimpi," kata Ngabalin.
Ngabalin justru mempertanyakan kecurigaan Pigai.
Ia merasa heran pemerintah dituduh mengendalikan buzzer untuk bertindak rasialisme.
"Kalau framing-nya dibawa ke buzzer pemerintah kemudian semua digerakkan dengan pemerintah, itu yang saya mau tanya, dia punya hati enggak ya?" ujarnya.
Sebelumnya,Pigai menyebut bahwa tindakan rasialisme terhadap dirinya dilakukan oleh kelompok buzzer yang dikendalikan oleh kekuasaan.
Pigai menuturkan, bukan kali ini saja dia menjadi sasaran perilaku rasialisme di media sosial.
Dia mengaku mendapat serangan rasialisme yang dilakukan sejumlah orang, yang dia kenal sebagai pendukung kekuasaan, termasuk para buzzer.
"Kelompok-kelompok buzzer yang mengganggu peradaban bangsa ini remote control-nya ada di kekuasaan," kata Pigai kepada Kompas.com, Rabu (27/1/2021).
Kasus dugaan rasialisme ini masih bergulir sampai sekarang.
Sumber: tribunnews